Rahasia di balik Android KitKat
Tampak Android KitKat di kantor pusat Google di Mountain View, California, yang berdiri berjajar dengan ikon Android lainnya seperti Jellybean, Gingerbread, Honeycomb, dan Ice Cream Sandwich.
Sindonews.com - KitKat, cokelat batangan milik Nestle itu cukup populer di Indonesia. Ketika Google mengumumkan bahwa versi terbaru dari sistem operasi Android mereka bernama KitKat, maka publik pun mungkin menerimanya dengan senyuman. Atau malah kebingungan?
Bagi mereka yang mengikuti perkembangan Android, langkah Google ini jelas mengejutkan. Sebab, versi OS Android 4.4 itu seharusnya bernama Key Lime Pie.
Jelas, ini strategi marketing. Tapi, yang menarik adalah ketika Direktur Global Partnerships Android, John Lagerling mengatakan kepada BBC bahwa kerja sama tersebut tidak melibatkan uang sepeserpun. Google tidak membayar ke Nestle dan begitupun sebaliknya. "Kami ingin membuat sesuatu yang fun dan tidak terduga," jelas Lagerling, Senin (16/9/2013).
Direktur International Marketing Partners, Allyson Stewart-Allen melihat kerja sama Android-KitKat sebagai langkah kreatif dan cerdas. KitKat adalah merek global dan menjadi cokelat yang banyak disukai. Sementara Android adalah sistem operasi dengan pengguna terbesar di dunia.
Meski demikan, penyatuan dua brand seperti ini berisiko tinggi. Jika saja terjadi hal negatif pada Android KitKat, maka merek KitKat pun akan ikut menerima konsekuensinya.
"Jika sebuah brand saling terkait, positif atau negatif dampaknya akan terasa oleh kedua belah pihak. Nama baik, brand equity, jelas akan terpengaruh," kata Simon Myers dari konsultan Prophet.
Sejak 2009, Google dan perusahaan yang mengembangkan Android, Open Handset Alliance, sengaja memberikan nama khusus bagi setiap update dari Android terbaru. Aturannya, setiap versi Android harus menggunakan nama hidangan pencuci mulut (dessert), dan berurutan sesuai alphabet.
Dimulai dari Cupcake, Donut, Eclair, Froyo (Frozen Yoghurt), Gingerbread, Honeycomb, Ice Cream Sandwich dan Jelly Bean. Kepada para developer pun Google mengatakan bahwa versi lanjutan dari Jelly Bean bernama Key Lime Pie.
Namun, ternyata keputusan itu berubah sejak 2012. "Kami menyadari bahwa ternyata sangat sedikit orang yang pernah merasakan Key Lime Pie," ujar John Lagerling.
Key lime pie merupakan kue tradisional dari Florida, AS, yang terbuat dari jeruk nipis, susu, kuning telur dan pie crust. "Salah satu cemilan yang sering disimpan di kulkas atau dapur untuk ngemil malam-malam adalah KitKat. Kemudian ada yang berujar: kenapa tidak menyebutnya KitKat?," kenang Lagerling.
Pada saat itu, pihaknya tidak tahu perusahaan mana yang memiliki merek KitKat. Bahkan, mereka kira proses kerja samanya bakal sulit dan rumit. Namun, akhirnya Lagerling mengontak juga tim Nestle di Inggris.
Dia menyebut proses kerja sama tersebut lahir dengan "cold call". Cold call adalah proses hubungan marketing yang dilakukan hanya melalui email, telepon, atau bahkan jejaring sosial, dan tidak bertemu secara langsung.
Setelah melakukan conference call, pihak Nestle ternyata memberikan persetujuannya 24 jam kemudian. "Jujur saja, butuh waktu hanya satu jam bagi kami untuk berkata, let's do it," tutur Direktur Marketing Nestle Patrice Bula kepada BBC.
Bula sadar betul akan konsekuensi dan risiko yang muncul. Namun, Bula menyebut bahwa mengomunikasikan sebuah brand kepada konsumen dengan cara yang baru dan non-tradisional akan menimbulkan risiko yang tinggi.
"Anda bisa memutari kolam renang 10 kali untuk mengira-ngira apakah airnya panas atau dingin, atau bisa juga langsung melompat ke dalamnya," tuturnya.
Bagi mereka yang mengikuti perkembangan Android, langkah Google ini jelas mengejutkan. Sebab, versi OS Android 4.4 itu seharusnya bernama Key Lime Pie.
Jelas, ini strategi marketing. Tapi, yang menarik adalah ketika Direktur Global Partnerships Android, John Lagerling mengatakan kepada BBC bahwa kerja sama tersebut tidak melibatkan uang sepeserpun. Google tidak membayar ke Nestle dan begitupun sebaliknya. "Kami ingin membuat sesuatu yang fun dan tidak terduga," jelas Lagerling, Senin (16/9/2013).
Direktur International Marketing Partners, Allyson Stewart-Allen melihat kerja sama Android-KitKat sebagai langkah kreatif dan cerdas. KitKat adalah merek global dan menjadi cokelat yang banyak disukai. Sementara Android adalah sistem operasi dengan pengguna terbesar di dunia.
Meski demikan, penyatuan dua brand seperti ini berisiko tinggi. Jika saja terjadi hal negatif pada Android KitKat, maka merek KitKat pun akan ikut menerima konsekuensinya.
"Jika sebuah brand saling terkait, positif atau negatif dampaknya akan terasa oleh kedua belah pihak. Nama baik, brand equity, jelas akan terpengaruh," kata Simon Myers dari konsultan Prophet.
Sejak 2009, Google dan perusahaan yang mengembangkan Android, Open Handset Alliance, sengaja memberikan nama khusus bagi setiap update dari Android terbaru. Aturannya, setiap versi Android harus menggunakan nama hidangan pencuci mulut (dessert), dan berurutan sesuai alphabet.
Dimulai dari Cupcake, Donut, Eclair, Froyo (Frozen Yoghurt), Gingerbread, Honeycomb, Ice Cream Sandwich dan Jelly Bean. Kepada para developer pun Google mengatakan bahwa versi lanjutan dari Jelly Bean bernama Key Lime Pie.
Namun, ternyata keputusan itu berubah sejak 2012. "Kami menyadari bahwa ternyata sangat sedikit orang yang pernah merasakan Key Lime Pie," ujar John Lagerling.
Key lime pie merupakan kue tradisional dari Florida, AS, yang terbuat dari jeruk nipis, susu, kuning telur dan pie crust. "Salah satu cemilan yang sering disimpan di kulkas atau dapur untuk ngemil malam-malam adalah KitKat. Kemudian ada yang berujar: kenapa tidak menyebutnya KitKat?," kenang Lagerling.
Pada saat itu, pihaknya tidak tahu perusahaan mana yang memiliki merek KitKat. Bahkan, mereka kira proses kerja samanya bakal sulit dan rumit. Namun, akhirnya Lagerling mengontak juga tim Nestle di Inggris.
Dia menyebut proses kerja sama tersebut lahir dengan "cold call". Cold call adalah proses hubungan marketing yang dilakukan hanya melalui email, telepon, atau bahkan jejaring sosial, dan tidak bertemu secara langsung.
Setelah melakukan conference call, pihak Nestle ternyata memberikan persetujuannya 24 jam kemudian. "Jujur saja, butuh waktu hanya satu jam bagi kami untuk berkata, let's do it," tutur Direktur Marketing Nestle Patrice Bula kepada BBC.
Bula sadar betul akan konsekuensi dan risiko yang muncul. Namun, Bula menyebut bahwa mengomunikasikan sebuah brand kepada konsumen dengan cara yang baru dan non-tradisional akan menimbulkan risiko yang tinggi.
"Anda bisa memutari kolam renang 10 kali untuk mengira-ngira apakah airnya panas atau dingin, atau bisa juga langsung melompat ke dalamnya," tuturnya.
0 comments:
Post a Comment